Siapa yang belum mendengar atau
menggunakan Facebook? Facebook ini merupakan salah satu cerita sukses dari
sebuah start-up. Dimulai dari Mark Zuckerberg dan kawan-kawannya, Facebook pada
awalnya hanya sebuah aplikasi sederhana saja. Ternyata kemudian aplikasi ini
menjadi fondasi dari sebuah perusahaan start-up yang berhasil. Mark Zuckerberg
menjadi kaya raya. Selain itu ada juga kesuksesan dari Twitter, YouTube,
PayPal, dal masih banyak lainnya. Maka, banyak orang ingin menjadi pendiri
perusahaan start-up yang sukses juga.
Sebetulnya cerita start-up ini bukan
cerita baru. Sebelum Face-book ada Google. Sebelumnya lagi ada Netscape, yang
memulai boomingnya perusahaan dotcom. Sebelumnya lagi ada Apple Com-puters,
yang berjaya di tahun 80-an dengan personal computers. Atau, Microsoft, yang
terkenal dengan softwarenya. Sebelumnya lagi ada Intel, yang bergerak di bidang
integrated circuits. Dan masih banyak cerita-cerita lainnya.
Di luar cerita sukses tersebut,
sebetulnya lebih banyak kegagalan yang dialami oleh para start-up. Dikatakan
bahwa hanya satu dari sepuluh start-up yang sukses. Sayangnya cerita kegagalan
ini jarang dibahas. Padahal justru kita dapat belajar dari kegagalan-kegagalan
tersebut.
Lantas apa kunci kesuksesan sebuah
start-up? Ini merupakan sebuah misteri. Namun ada upaya untuk menelaah
kesuksesan tersebut dari kacamata yang lebih logis sehingga potensi kegagalan
start-up dapat dikurangi (atau dideteksi lebih awal).
1. PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Proses kewirausahaan adalah proses
menciptakan nilai dan dapat dilakukan oleh pengusaha baru atau yang
berpengalaman (Stokvik et al., 2016; Buchari, 2007; Hakim, 2012; Mahfud, 2012).
Selain istilah entrepreneur, ada juga intrapreneur, yang merupakan istilah yang
ditujukan kepada seseorang yang memiliki karakter wirausaha, semangat, dan
menempatkannya dalam praktek di perusahaan lain (Nicholson et al., 2016).
Pengusaha bisnis adalah pencipta
bisnis serta pemilik bisnis. Pengusaha akademis mengacu pada mereka yang
menjadi pendidik, peneliti dan manajer lembaga pendidikan dengan pola dan gaya
wirausaha sambil selalu menjaga tujuan pendidikan.
1. Tingginya
tingkat pengangguran dan lambatnya laju pertumbuhan ekonomi selalu menjadi
tantangan ekonomi yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Salah satu aspek yang mempengaruhi kemajuan ekonomi suatu negara
adalah tingkat kemiskinan.
masyarakat juga mulai menunjukkan
tanggapan mereka terhadap program tersebut. Peningkatan jumlah pengangguran,
kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak, dan munculnya wirausahawan muda
baru telah membuat masyarakat memahami pentingnya mengajar kewirausahaan sejak
dini di sekolah.
2. Kewirausahaan
adalah proses untuk menciptakan sesuatu yang berbeda untuk mencapai kemakmuran
individu atau kelompok melalui penciptaan nilai tambah (Winarto, 2004; Alma,
2014; Fakhruddin, 2012).
Mengenai ini, wirausahawan adalah
seseorang yang menciptakan sesuatu yang baru untuk kepentingan orang lain.
3. Metode
Penelitian ini bersifat kualitatif, yang bertujuan untuk mengeksplorasi proses
pendidikan entrerepreneurship.
para siswa belajar untuk memiliki
kepekaan pasar, meningkatkan kreativitas dan inovasi, gigih, dan menunjukkan
keterampilan presentasi dan negosiasi.
3.1 Proses “Memupuk Bisnis”: Tantangan bagi para
fasilitator
Proses inkubasi proyek bisnis siswa
adalah salah satu kunci keberhasilan pendidikan kewirausahaan untuk
menghasilkan wirausaha yang berpendidikan. Penelitian ini mengeksplorasi proses
bagaimana fasilitator membimbing siswa mereka untuk memulai bisnis mereka.
3.2 "Target": Alat Motivasi
Tahap selanjutnya dilakukan oleh
fasilitator untuk memastikan bahwa siswa menjalankan bisnis mereka sendiri
memotivasi siswa. Fasilitator memotivasi siswa dengan memformulasikan target
mereka, untuk membuat mereka lebih fokus ketika menjalankan bisnis mereka dan
mengarahkan sumber daya. Untuk mencapai itu, target harus ditetapkan bersama
dengan siswa.
4. Indikator
Kinerja Bisnis siswa: Alat untuk Mengontrol Bisnis Start-up
Indikator kinerja sangat penting
untuk melihat sejauh mana pencapaian bisnis para siswa. Utomo (2010) menyatakan
bahwa salah satu karakteristik pengusaha adalah fokus pada kinerja, sehingga
indikator kinerja sangat penting sebagai alat untuk mengendalikan proses
pendidikan kewirausahaan.
4.1 Indikator Keuangan: "Sulit
dalam Proses, Cepat, dan Mudah Dipertunjukkan"
Salah satu indikator keuangan yang
digunakan oleh fasilitator adalah pendapatan penjualan proyek bisnis siswa.
Alasan untuk lebih menekankan pada pendapatan adalah mereka berasumsi bahwa
pendapatan lebih mudah dilihat dan dapat menjadi faktor pendorong semangat
wirausaha siswa, yang diklaim oleh salah satu informan "Pendapatan adalah
kekuatan pendorong mereka, dan lebih mudah untuk melihat ... dan pendapatan
adalah jenis target yang paling mudah untuk dilihat ...".
4.2 Indikator Non-keuangan:
"Sulit dalam Proses dan Sulit untuk Spot"
Temuan penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa fasilitator lebih fokus pada "proses" daripada
hasilnya, yang biasanya merupakan bagian dari aspek keuangan bisnis.
EmoticonEmoticon